Di belahan bumi mana pun di atas dunia
ini, orang yang berkebudayaan tinggi tidak ada yang membenarkan perbuatan zina
(prostitusi), namun harus diakui pula, bahwa ada juga di antara anggota
masyarakat yang melakukan perbuatan tercela itu, walaupun hati kecilnya tidak
membenarkannya. Masing-masing orang yang melakukannya juga menyadari, bahwa
sewaktu-waktu bahaya yang menyeramkan bulu roma itu siap menerkamnya cepat atau
lambat.
Tidakkah kita lihat, masyarakat dunia
digelisahkan oleh penyakit AIDS (Aquired Immune Deficiency Symdrone) yang
mematikan itu. Salah satu sebab penularannya adalah karena hubungan kelamin
(seksual), apakah dengan sesama jenis, atau dengan yang berlainan jenis.
Kampanye dan pertunjukan amal digelar di
mana-mana dengan tujuan membantu mereka yang terkena penyakit yang menakutkan
itu. Tidak sedikit orang yang mau turun tangan di samping usaha pemerintah pada
masing-masing negara.
Kalau kita perhatikan, mungkin agak
terabaikan perhatian (tugas) orang untuk mengatasinya. Padahal semua orang
berpendapat, lebih baik mencegah penyakit daripada mengobatinya. Sekiranya
orang bersedia mendengarkan dan mematuhi perintah Allah serta mau meninggalkan
laranganNya, maka penyakit yang ditakuti itu tidak akan merajalela.
Karena sejak dahulu ada kecenderungan
orang berbuat zina (tentu orang yang lemah iman), maka Allah memperingatkan
melalui firmanNya:
“Janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan
suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al. Isra’ : 32)
Selanjutnya
firman Allah:
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Furqan: 68-70)
Dalam ayat-ayat tersebut di atas
dijelaskan, bahwa orang-orang yang yang menyekutukan Allah, membunuh tanpa
alasan yang benar dan berbuat zina, mendapat hukuman yang sama dan penghinaan
dari Allah, kecuali segera bertaubat dan beramal shaleh yang dilandasi oleh
iman yang kuat. Taubat berarti menyesali perbuatannya dan tidak akan
mengulanginya lagi buat selama-lamanya.
Pada
ayat yang lain Allah menjelaskan hukuman bagi para pelaku zina:
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (An Nur: 2)
Kalau iman seseorang menipis, maka iblis
akan mendekat dan besar peluang untuk melakukan perbuatan maksiat termasuk
perbuatan zina. Orang yang jauh dari Allah dia bertambah dekat dengan syetan.
Nabi bersabda: “Seseorang tidak akan melakukan perbuatan zina, sedang dia dalam
keadaan beriman.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i).
Dengan demikian, pagar yang dapat
membentengi seseorang untuk tidak melakukannya adalah iman kepada Allah Yang
Maha Mengetahui segala perbuatan hamba-Nya. Di samping itu ada pula keyakinan
bahwa lidah, tangan dan kaki akan menjadi saksi kunci pada hari pengadilan
kelak, sesuai dengan firman Allah: “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki
mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (An
Nur:2). Kesaksian tersebut, tidak hanya khusus untuk perbuatan zina saja,
tetapi mencakup seluruh perbuatan manusia selama hidupnya di dunia.
Zina adalah hubungan kelamin antara
laki-laki dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah dan
dilakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur subhat. Delik
perzinaan ditegaskan dalam al-Qur’an dan sunnah. Hukuman bagi pelaku zina
yang belum menikah (ghairu muhsan) didasarkan pada ayat al-Qur’an, yakni
didera seratus kali. Sementara bagi pezina muhsan dikenakan
sanksi rajam.Rajam dari segi bahasa berarti melempari
batu. rajam adalah
melempari pezina muhsan sampai menemui ajalnya. Adapun dasar hukum dera atau cambuk
seratus kali adalah firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2: Sedangkan menurut istilah,
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِى فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِيْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ وَلْيَشْــهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Pezina perempuan dan laki-laki
hendaklah dicambuk seratus kali dan janganlah merasa belas kasihan kepada
keduanya sehingga mencegah kamu dalam menjalankan hukum Allah, hal ini
jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah dalam menjatuhkan
sanksi (mencambuk) mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Sedangkan dasar penetapan hukum rajam
adalah hadis Nabi:
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلاً الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
Terimalah dariku! Terimalah dariku!
Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka. Bujangan yang berzina dengan
gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang
telah kawin yang berzina didera seratus kali dan dirajam.
Zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya dikenakan
sanksi yang amat berat, baik itu hukum dera maupun rajam, karena alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akal. Kenapa zina diancam dengan
hukuman berat.
Hal ini disebabkan karena perbuatan zina sangat dicela oleh Islam
dan pelakunya dihukum dengan hukuman rajam (dilempari batu
sampai meninggal dengan disaksikan orang banyak), jika ia muhsan. Jika ia ghairu
muhsan, maka dihukum cambuk 100 kali. Adanya perbedaan hukuman
tersebut karena muhsan seharusnya bisa lebih menjaga diri untuk
melakukan perbuatan tercela itu, apalagi kalau masih dalam ikatan perkawinan yang
berarti menyakiti dan mencemarkan nama baik keluarganya, sementara ghairu
muhsan belum pernah menikah sehingga nafsu syahwatnya lebih besar
karena didorong rasa keingintahuannya. Namun keduanya tetap sangat dicela oleh
Islam dan tidak boleh diberi belas kasihan, sebagaimana firman Allah:
وَلاَ تَأْخُذْ كُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِيْنِ اللهِ
Ancaman keras bagi pelaku zina tersebut
karena dalam pandangan Islam zina, merupakan perbuatan tercela yang menurunkan
derajat dan harkat kemanusiaan secara umum. Apabila zina tidak diharamkan
niscaya martabat manusia akan hilang karena tata aturan perkawinan dalam
masyarakat akan rusak. Di samping itu pelaku zina berarti mengingkari nikmat
Allah tentang kebolehan dan anjuran Allah untuk menikah.
Hukuman delik perzinaan yang menjadi
perdebatan di kalangan umat Islam adalah hukum rajam. Jumhur ulama menganggap
tetap eksisnya hukum rajam, sekalipun bersumber pada khabar
ahad. Sementara golongan Khawarij, Mu’tazilah dan sebagian fuqaha
Syiah menyatakan, sanksi bagi pezina adalah hukum dera (cambuk). Adapun alasan mereka yang menolak hukum
rajam adalah:
1.
Hukum rajam dianggap paling berat di
antara hukum yang ada dalam Islam namun tidak ditetapkan dalam al-Qur`an.
Seandainya Allah melegalkan hukum rajam mestinya ditetapkan secara definitif
dalam nas.
2.
Hukuman bagi hamba sahaya separoh dari
orang merdeka, kalau hukum rajam
dianggap sebagai hukuman mati, apa ada hukuman separoh mati. Demikian juga
ketentuan hukuman bagi keluarga Nabi dengan sanksi dua kali lipat Apakah ada
dua kali hukuman mati. Secara jelas ayat yang menolak adalah surat an-Nisa ayat
25:
…فَإِذَا اُحْـصِنَّ فَإِنْ أَتَــيْنَا بِــفَاحِـشَةٍ فَـعَلَيْـهِنَّ نِـصْفُ مَــا عَلَى الْمُحْصَـنَـاتِ مِنَ الْعَــذَابِ…
jika para budak yang telah terpelihara melakukan
perbuatan keji (zina), maka hukumannya adalah separoh dari wanita merdeka
Ayat di atas menunjukan bahwa hukum
rajam tidak dapat dibagi dua, maka hukum yang logis diterapkan adalah hukum
dera 100 kali. Jika pelakunya budak, maka berdasarkan ketentuan surat an-Nisa
ayat 25 adalah separoh, yakni lima puluh kali. Demikian halnya dengan ketentuan
surat al-Ahzab ayat 30.
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَاالْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ…
Hai istri-istri Nabi jika di antara
kalian terbukti melakukan perbuatan keji (zina), maka dilipat gandakan
sanksinya yaitu dua kali lipat.
Ayat di atas menggambarkan bahwa
hukum rajam tidak dapat dilipatgandakan, yakni dua kali lipat. Jika
diberlakukan hukum dera 100 kali maka dua kali lipatnya adalah 200 kali.
3.
Hukum dera yang tertera dalam surat
an-Nur ayat 2 berlaku umum, yakni pezinamuhsan dan ghairu
muhsan. Sementara hadis Nabi yang menyatakan berlakunya hukum rajam adalah
lemah.
Firman Allah yang melarang perbuatan zina dan seluruh hal yang
mendekatkan ke zina, antara lain:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk “ (QS. Al-Isra : 32).
FATWA TENTANG ANAK HASIL ZINA
DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA
Pertama: Ketentuan Umum
Di dalam fatwa ini yang dimaksud dengan
:
- Anak hasil zina adalah anak yang lahir sebagai
akibat dari hubungan badan di luar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama,
dan merupakan jarimah(tindak pidana kejahatan).
- Hadd adalah jenis hukuman atas
tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash
- Ta’zir adalah jenis hukuman
atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil
amri(pihak yang berwenang menetapkan hukuman).
- Wasiat wajibah adalah kebijakan ulil
amri (penguasa) yang mengharuskan laki-laki yang mengakibatkan
lahirnya anak zina untuk berwasiat memberikan harta kepada anak hasil zina
sepeninggalnya.
Kedua: Ketentuan Hukum
1. Anak hasil zina tidak mempunyai
hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang
menyebabkan kelahirannya.
2. Anak hasil zina hanya
mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah dengan ibunya dan keluarga ibunya.
3. Anak hasil zina tidak menanggung
dosa perzinaan yang dilakukan oleh orang yang mengakibatkan kelahirannya
4. Pezina dikenakan hukuman hadd oleh
pihak yang berwenang, untuk kepentingan menjaga keturunan yang sah
(hifzh al-nasl).
5. Pemerintah berwenang menjatuhkan
hukuman ta’zir lelaki pezina yang mengakibatkan lahirnya anak
dengan mewajibkannya untuk:
a. mencukupi kebutuhan hidup anak
tersebut;
b. memberikan harta setelah ia
meninggal melalui wasiat wajibah.
6. Hukuman sebagaimana dimaksud nomor 5
bertujuan melindungi anak, bukan untuk mensahkan hubungan nasab antara anak
tersebut dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.
Ketiga: Rekomendasi
1. DPR-RI dan Pemerintah diminta untuk
segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur:
a. hukuman berat terhadap pelaku
perzinaan yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat
pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk
melakukannya);
b. memasukkan zina sebagai delik umum,
bukan delik aduan karena zina merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur
manusia.
2. Pemerintah wajib mencegah terjadinya
perzinaan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
3. Pemerintah wajib melindungi anak
hasil zina dan mencegah terjadinya penelantaran, terutama dengan memberikan
hukuman kepada laki-laki yang menyebabkan kelahirannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
4. Pemerintah diminta untuk memberikan
kemudahan layanan akte kelahiran kepada anak hasil zina, tetapi tidak
menasabkannya kepada lelaki yang menngakibatkan kelahirannya.
5. Pemerintah wajib mengedukasi
masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak hasil zina dengan memperlakukannya
sebagaimana anak yang lain. Penetapan nasab anak hasil zina kepada ibu
dimaksudkan untuk melindungi nasab anak dan ketentuan keagamaan lain yang
terkait, bukan sebagai bentuk diskriminasi.
Apakah
hukum anak zina? Apa yg seharusnya ayah anak zina itu harus di perbuat..Apakah
menelantarkannya atau tetap mengasuhnya?
Adapun dosa maka dia tentunya tidak mendapatkan dosa atas
ulah orang tuanya, karena setiap orang tidak akan menanggung dosa orang lain.
Maka anak zina mendapatkan hak dan kewajiban yang sama seperti anak kaum
muslimin lainnya, kecuali dalam beberapa perkara:
a. Dia (jika wanita) dan lelaki yang berzina dengan ibunya bukanlah mahram.
b. Lelaki tersebut tidak wajib memberikan nafkah kepada dirinya, walaupun boleh
saja lelaki tersebut melakukannya.
c. Dia tidak berhak mendapatkan warisan dari lelaki tersebut.
d. Lelaki tersebut bukanlah walinya (jika dia wanita) dalam pernikahan.
e. Dia tidak dinisbatkan kepada lelaki tersebut (baik dalam hal nama maupun
yang lainnya) akan tetapi dia dinisbatkan kepada ibunya. Karenanya perawatan
anak ini diserahkan kepada ibunya.
Hanya saja ada dua perkara yang bisa dilakukan oleh lelaki
itu agar dia juga bisa mengasuh anak tersebut:
1. Menikahi wanita yang telah dia zinahi dengan syarat keduanya telah bertaubat
dari perbuatan zina dan wanita itu telah melahirkan (jika wanita itu hamil).
Dengan begitu dia (lelaki) itu bisa menjadi ayahnya yang syah, walaupun anak
itu dihukumi sebagai rabibah (anak tiri)nya.
2. Jika lelaki ini menikah dengan wanita lain selain wanita yang melahirkan
anak zina ini, maka dia bisa menyuruh istrinya untuk menyusui anak tersebut
(jika anaknya masih bayi). Dengan demikian dia bisa menjadi ayah susuannya.
Yang jelas, diharamkan bagi siapapun untuk menelantarkan
anak yang tidak berdosa walaupun dia merupakan anak ‘haram’. Wallahu a’lam
Anak Zina
Anak
zinah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan tanpa pernikaan, biasa juga di
sebut dengan anak tidak sah. Karena dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau
di sebut anak haram, karena perbutan zina yang dilakukan oleh orang yang
menyebabkan kelahirannya adalah perbutan keji yang diharamkan oleh syara’
Kedudukan
hukum bagi anak zina tidak bernasab kepada laki-laki yang melakukan zina
terhadap ibunya. Ia tidak mengikuti nasab laki-laki pemilik sperma yang
menyebabkan kelahirannya, tetapi nasabnya mengikuti ibunya yang melehirkannya.
Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban/ tanggung jawab ayah
kepada anak dan hilangnyahak abak kepada ayah. Antara keduannya adalah sebagai
orang lain (anjabiy).
Secara
nyata akibat yang diterima anak adalah
a) Hilangnya martabat muhrim
dalam keluarga.
Bila
anak itu wanita maka antara bapak (pemilik sperma) dengan anak itu
diperbolehkan menikah. Demikian juga diungkapkan oleh M. Jawab Mughniyah
bahwa”menurut imam syafi’i)
“Imam Malik dan Imam
Syafi’i berpendapat dibolehkan bagi seseorang mengawini putrinya (anak
zina), saudara perempuannya, cucu perempuannya, keponakannya yang semuannya itu
dari hasil zina”.
Selanjutnya Jawad Mughniyah
menjelaskan bahwa mazhab syi’ah dan imamiyah, Abu hanifah dan Ahmad Ibnu
Hambal berpendapat sebagai berikut “Ayah dengan anak perempuan hasil perbuatan
zina yang dilakukannya, haram menikah dengan alasan bahwa anak zina itu
dianggap sebagai anak menurut pengetian bahasa dan ‘Urf. Karena itu
haram menikah antara anak zina dengan ayahnya, sebagaimana antara ayah dengan
anak kendungnya sendir.
Pendapat Syi’ah Imamiyah, Abu
Hanifah dan Ahmad Ibnu Hambal tersebut adalah suatu pandangan yang manusiawi,
artinya menempatkan kedudukan manusia tepat pada tempatnya. Walaupun anak iu
lahir dari perbuatan zina, tetapi anak tetap sebagai anaknya menurut bahasa
dan urf. Oleh sebab itu, haram pulalah anak itu terhadap
bapaknya. Meskipun demikian, dalam segi hukum anak itu bukan anak yang sah
menurut syara’. Karena itu ayah tersebut tidak bisa menjadi wali bagi anak
perempuan ini bila ia akan menikah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
anak hanya bernasab pada ibunya, sedangkan wali dalam perkawinan disyaratkan
harus laki-laki menurut imam Malik, Syafi’I dan Ahmad ibnu Hambal. Bahwa
tidak sah perkawinannya yang diwakilkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu,
syulthonlah (Kepala KUA), yang menjadi walinya. Sebagaimana hadits Rasulullah
bahwa, Sulthan (penguasa) adalah wali bagi yang tidak ada wali (HR.Tirmidzi
dari Aisyah)
Mengenai
wanita tidak tidak sah nikah menjadi wali dan mewalikan dirinya sendiri, juga
berdasarkan Dara Quthniy dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah
saw., bersabda :
“Tidak sah wanita menikahkan
wanita lain dan tidak sah pula menikahkan dirinya, karena hanya wanita yang
berzinalah yang menikahkan dirinya”
b) Hilangnya kewarisan
antara anak dengan bapaknya
Hukum islam tidak menetapkan hubungan kewarisan terhadap
anak zina dengan ayah (laki-laki yang membuahinya), karena anak zina tidak
mempunyai hubungan kekerabatan dengannya. Karena hubungan kekerabatan itu
timbul atas dasar akad nikah yang sah ditentukan oleh syari’at islam.
Al
Zaila’iy dari golongan Hanifah berpendapat, bahwa hak pusaka anak zina hanya
pada ibunya saja, sebab pertalian nasabnya dengan ibunya masih tetap. Mereka
dapat mempusakai ibunya dan kerabat dari ibunya. Karena ibunya dan
kerabat-kerabat ibunya dapat mewarisi harta peninggalannya.
Dapat
disimpulkan, bahwa tidak ada hubungan kewarisan antara anak zina dengan
ayahnya. Sebagai jalan keluar dalam hal ini, hubungan anak zina dengan ayah
yang membuahinya dapat dihunungkan melalui jalan hibah atau wasiat, bila sang
ayah tersebut merasa bertanggung jawab atas perbuatannya.
Sedangkan
sebagian ulama berpendapat, bahwa akad nikah itu merupakan sebab utama
timbulnya hubungan nasab antara anak dengan orang tuanya. Jika terjadi kehamilan
tanpa adanya hubungan kelamin diantara suami-istri, maka anak terseut dapat
dinasabkan kepada ayahnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah, bahwa
; “Sesungguhnya akad nikah yang shahih dengan sendirinya menjadi
sebab tetapnya nasab seorang anak, meskipun di dalam perkawinan itu antara
suami-istri tidak pernah bertemu sama sekali. Sehingga jika terjadi suatu
perkawinan di mana si istri berada di ujung barat dan suami di ujung timur dan
perkawinan keduanya hanya melalui surat, kemudian si istri melahirkan anak,
maka nasab anak itu dihubungkan kepada ayahnya, meskipun tidak penah bertemu
sama sekali sesudah terjadinya akad”
Jumhur
fuqaha berpendapat, bahwa akad nikah dan hubungan kelamin (dhukul) merupakan
sebab terjadinya hubungan nasab. Kemudian jika terjadi kelahiran sebelum enam
bulan minimal semenjak terjadi akad, maka anak tersebut tidak dapat dihubungkan
nasabnya kepada ayahnya. Dengan demikian dhukul merupakan sebab utama timbulnya
hubungan nasab di samping akad nikah yang sah diantara kedua orang tuanya.
Dapat
disimpulkan bahwa anak yang dihamilkan di luar nikah, kemudian ibunya menikah
dengan orang yang menghamilinya dan minimal enam bulan dari waktu akad nikah
baru melahirkan anak tersebut, maka anak itu dapat dihubungkan nasab pada
anaknya.
Pergaulan bebas yang semakin liar, telah menjadi musibah terbesar di
masyarakat kita. Lebih-lebih ketika lembaga berwenang di tempat Indonesia
melegalkan pernikahan antara wanita hamil dengan lelaki yang menghamilinya di
luar nikah. Keputusan ini membuka peluang besar bagi para pemuja syahwat untuk
menyalurkan hasrat binatangnya atas nama ‘cinta’, ya cinta. Zina dilakukan atas
prinsip mau sama mau, suka sama suka, sehingga tidak ada pihak –secara ‘hukum’
masyarakat– yang berada pada posisi dirugikan.
Bagi lelaki, adanya
aturan semacam itu merupakan kesempatan besar untuk menyalurkan nafsu
binatangnya. Tinggal pihak wanitanya, apakah dia rela membuka pintu ataukah
tidak. Ingat, karena tidak ada unsur paksaan di sana.
Sehingga, kuncinya ada
pada pemilik pintu. Karena itulah, ketika Allah menjelaskan hukum bagi para
pezina, Allah mendahulukan
penyebutan zaniyah (pezina
wanita). Allah berfirman,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan pezina dan
laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali pukulan,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.” (QS. An-Nur: 2)
Al-Qurthubi mengatakan,
“Kata “zaniyah” (wanita pezina) lebih didahulukan dalam ayat di atas
karena aib perzina itu lebih melekat pada diri wanita. Mengingat mereka
seharusnya lebih tertutup dan berusaha menjaga diri, maka para wanita pezina
disebutkan lebih awal sebagai bentuk peringatan keras dan perhatian besar bagi
mereka.” (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran, 12: 160)
Karena itu, wahai para wanita mukminah, wahai para wanita yang
memiliki mahkota rasa malu, wahai para pemegang kunci syahwat, peluang
terjadinya zina ada di tangan kalian. Janganlah menjadi wanita murahan, yang
mudah menyerahkan kunci itu. Kita semua yakin, zina tidak mungkin terjadi
sepanjang Anda tidak merelakan kunci itu jatuh ke tangan lelaki buaya. Mereka
tidak akan berani merebut paksa kunci itu, sebelum Anda menyerahkannya. Karena
semua lelaki tidak ingin disebut sebagai pemerkosa.
Pertama, anak hasil zina (anak di luar nikah) tidak dinasabkan
ke bapak biologis.
Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana
anak mula’anah dinasabkan kepada ibunya. Sebab keduanya sama-sama
terputus nasabnya dari sisi bapaknya (lihat Al Mughni: 9:123).
Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam menyatakan tentang anak zina,
ولد زنا لأهل أمه من كانوا حرة أو أمة
“Untuk keluarga ibunya
yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak.”
(HR. Abu Dawud,
kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no.2268
dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.1983)
Dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, dinyatakan,
ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث
Dalil lain yang
menegaskan hal itu adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,
قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan
dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK
dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud,
dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).
Dalil lainnya adalah
hadis dari Aisyah radhiallahu ’anha, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Anak itu menjadi hak
pemilik firasy, dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian.”
Imam An-Nawawi
mengatakan, “Ketika seorang wanita menikah dengan lelaki atau seorang budak
wanita menjadi pasangan seorang lelaki, maka wanita tersebut menjadi firasy bagi
si lelaki. Selanjutnya lelaki ini disebut “pemilik firays”. Selama
sang wanita menjadi firasy lelaki, maka setiap anak yang
terlahir dari wanita tersebut adalah anaknya. Meskipun bisa jadi, ada anak yang
tercipta dari hasil yang dilakukan istri selingkuh laki-laki lain. Sedangkan
laki-laki selingkuhannya hanya mendapatkan kerugian, artinya tidak memiliki hak
sedikit pun dengan anak hasil perbuatan zinanya dengan istri orang lain.” (Syarh
Shahih Muslim, An-Nawawi, 10:37)
Berdasarkan keterangan di
atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina SAMA SEKALI bukan
anak bapaknya. Karena itu, tidak boleh di-bin-kan ke bapaknya.
Bagaimana Jika Di-bin-kan ke Bapaknya?
Hukumnya terlarang bahkan dosa besar. Ini berdasarkan hadis dari Sa’d,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام
“Siapa yang mengaku
anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)
Karena bapak biologis
bukan bapaknya maka haram hukumnya anak itu di-bin-kan ke bapaknya.
Lantas kepada siapa dia di-bin-kan?
Mengingat anak ini tidak
punya bapak yang ‘legal’, maka dia di-bin-kan ke ibunya. Sebagaimana
Nabi Isa ‘alaihis salam, yang dengan kuasa Allah, dia diciptakan
tanpa ayah. Karena beliau tidak memiliki bapak, maka beliau di-bin-kan
kepada ibunya, sebagaimana dalam banyak ayat, Allah menyebut beliau
dengan Isa bin Maryam.
Kedua, tidak ada hubungan saling mewarisi.
Tidak ada hubungan saling mewarisi antara bapak biologis dengan anak hasil
zina. Karena sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bapak biologis bukan bapaknya.
Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya merampas harta yang bukan
haknya. Bahkan hal ini telah ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, di antaranya:
Abdullah bin Amr bin Ash
mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina denganwanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak
biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani
serta Syuaib Al-Arnauth).
Ketiga, siapakah wali nikahnya?
Tidak ada wali nikah, kecuali dari jalur laki-laki. Anak perempuan dari hasil
hubungan zina tidak memiliki bapak. Bapak biologis bukanlah bapaknya. Dengan
demikian, dia memliki hubungan kekeluargaan dari pihak bapak biologis. Bapak
biologis, kakek, maupun paman dari bapak biologis, tidak berhak menjadi wali.
Karena mereka bukan paman maupun kakeknya. Lalu siapakah wali nikahnya? Orang
yang mungkin bisa menjadi wali nikahnya adalah
Kisah Mengerikan
Akibat Dampak Buruk Perbuatan Zina
Inilah sepenggal kisah yang sangat mengerikan,
kisah yang tak pernah kita sangka-sangka akan terjadi, kisah yang mungkin tak
pernah kita dengar karena saking langkanya, kisah yang membuat bulu kuduk
berdiri, membuat mata terpejam, membuat hati bergemetar, kisah yang termasuk
seburuk-buruk kisah tentang perzinaan, dan kisah yang sekiranya akan membuat
kita membenci serta jijik terhadap perzinaan. Sebuah kisah yang dibawakan oleh
Ibnul Jauzi di dalam kitabnya yang berjudul “Dzammul Hawa” (Celaan terhadap
hawa nafsu).
Sampai-sampai ketika menulisnya, yaitu sekitar jam
10 malam, dalam keadaan hening dan sunyi, bulu kudukku seolah-olah menghalangi
jari-jemariku untuk menyentuh keyboard laptopku karena hatiku benar-benar
dipenuhi rasa takut. Seolah rasa takutku itu memenuhi kos-anku. Setiap kali
menulisnya sebaris, hatiku benar-benar bergemetar, seolah-olah di belakangku
ada makhluk halus yang hendak memergokiku. Sungguh, benar-benar mengerikan.
Bahwa, seseorang pemuda, anggaplah namanya Mahmud,
dihadapkan oleh sebuah perkara yang menuangkan rasa penasaran yang begitu besar
di bejana hatinya. Selama tiga malam berturut-turut, dia bermimpi dengan mimpi
yang sama, yaitu setiap kali dia tidur, kuburan yang berada di sebelah rumahnya
seolah-olah terbongkar, kemudian penghuni kuburan itu bangkit dengan pakaian
mereka masing-masing dan menghampiri dirinya. Selama tiga kali bermimpi,
penghuni kuburan itu hanya memintanya agar tidak menguburkan orang yang baru
saja mati yang katanya akan dikuburkan di kuburan itu. Sebab, mereka (penghuni
kuburan) tidak kuat mencium bau busuk orang yang akan dikubur itu. Mahmud pun
terheran, kebingungan dan sangat penasaran, ada apa sebenarnya? Sehingga, ia
pun menghampiri kuburan itu dan mencari sang penggali kuburan, lalu bertanya
kepadanya,
“Adakah orang yang akan dikubur di sini dalam waktu
dekat ini?”
“Benar, akan ada seorang wanita kaya raya yang baru
meninggal, akan dikubur di sini. Dia telah membeli tempat ini dengan harga yang
sangat mahal karena tidak ada kuburan yang mau menerimanya untuk dikuburkan di
situ.” Jawab penggali kubur itu. Lalu, Mahmud pun menceritakan mimpinya. Maka,
penggali kubur itu pun enggan menguburkannya di sana, “Kalau begitu, okelah,
kami tidak akan menguburkannya di sini.” Walau demikian, karena dia sangat
kaya, maka keluarganya pun mampu membeli tempat lain untuk menguburnya.
Itu membuat Mahmud benar-benar penasaran, siapa
sebenarnya wanita itu yang sampai-sampai penghuni kuburan mengunjunginya ke
taman mimpinya untuk mewanti-wanti agar wanita tersebut tidak dikuburkan di
sana. Maka, dia pun datang ke rumah wanita itu untuk bertakziah. Begitu sampai
di sana, dia terkejut melihat orang-orang yang datang melayatnya sangatlah
banyak. Lalu, dia melihat keranda wanita itu telah siap untuk di bawa ke
kuburan. Dari sekian banyak orang yang hadir itu, dia melihat dua orang
laki-laki, yang satunya lumayan tua, dan yang satunya lagi masih agak muda.
Yang tua itu ialah suami sang mayat. Adapun, yang muda itu ialah anaknya, anggaplah
namanya Riyan. Dengan langkah malu, Mahmud pun menghampirinya, lalu menanyanya,
“…Sebenarnya, ada apa dengan ibumu, sehingga selama
tiga malam berturut-turut aku bermimpi, bahwa penghuni kuburan tidak menerima
ibumu untuk dikuburkan di kuburan sebelah rumahku karena mereka tidak kuat
mencium bau busuk ibumu?”
“Sungguh, aku sangat penasaran dengan ceritamu.
Tapi, aku mengetahui satu-satunya orang yang benar-benar mengetahui tentang
ibuku. Dia seorang dayang yang selama ini mengasuh orang tuaku.” Jawab Riyan.
Lalu, mereka pun meninggalkan acara pemakaman untuk menghampirinya.
Mereka pun bertemu.
“Wahai Nenek, apa yang telah dilakukan oleh ibuku
sehingga pemuda ini bermimpi yang tidak-tidak tentang ibu? Ceritakanlah!” Hatur
Riyan kepada nenek itu.
Awalnya si nenek itu berat untuk membuka mulut
untuk hal itu. Namun, karena dia terus mendesaknya, ia pun akhirnya melebarkan
mulut ( menceritakan hal itu) kepadanya,
“Demi Allah, wahai Cucuku, betapa banyak dosa dan
maksiat yang dilakukan oleh ibumu, namun ada tiga dosa yang sangat aku
khwatirkan tidak akan diampuni oleh Allah.” Jawab sang nenek.
“Apa itu, Nek? Ceritakanlah!” Tegas Riyan.
“Wahai Cucuku, ibumu ini adalah seorang wanita yang
tidak pernah puas dengan seorang lelaki. Ayahmu, ketika berada di toko dan
kedai sedang sibuk-sibuknya melayani tamu, maka tidak berselang satu atau dua
hari melainkan telah datang dua atau tiga lelaki ke kamar ayahmu secara
bersamaan untuk melayai nafsu bejat ibumu tanpa sepengetahuan ayahmu.
Begitulah, karena perzinaan itu, lahirlah Engkau. Engkau bukanlah anak dari
ayahmu, melainkan Engkau ialah anak dari gabungan laki-laki yang telah
menunggangi ibumu.” Jawab sang nenek.
“Terus apalagi Nek yang telah dilakukan oleh ibu?
Tolong ceritakan dengan jujur!” Tegas Riyan.
“Setelah Engkau lahir, bertunas, dan tumbuh
kembang, ibumu pun sangat mencintai dan menyayangimu. Lalu, seiring bergulirnya
waktu, Engkau pun tumbuh dengan mukamu yang tampan nan memukau, dapat
menaburkan benih-benih cinta di hati setiap wanita yang memandangmu. Sehingga,
ibumu pun tidak lagi memandangmu sebagaimana pandangan seorang ibu kepada
anaknya, namun ia memandangamu dengan pandangan seoarang wanita kepada
laki-laki lain. Suatu hari, ibumu datang mengejutkanku, dia mengatakan bahwa
dia tidak sabar lagi melihat ketampananmu, bahwa pandangannya kepadamu tidak
lagi berupa pandangan seorang ibu kepada anaknya, melainkan pandangan seorang
wanita kepada lelaki lain. Maka, kukatakan kepadanya, takutlah kepada Allah.
Tidak cukuplah bagimu laki-laki yang setiap hari datang bergerombolan
kepadamu?” Sang nenek menceritakannya panjang lebar.
“Wahai Ibu, biarkanlah aku yang akan menanggung
semua dosa itu. Namun, ketahuilah bahwa aku tidak akan kuat dan tidak sabar
lagi dengan anak itu. Izinkan aku wahai ibu untuk bisa menikmati dirinya.”
Jawab ibumu.
“Maka, aku pun mencari siasat dan hilah agar
bagaimana Engkau bisa terjatuh ke dalam pangkuan nafsunya. Kuajarkan Engkau
membaca dan menulis. Setelah Engkau pandai dalam hal itu, nenek kirim surat
kepada Engkau atas tulisan ibumu, memintamu untuk bermain nafsu dengannya.
Kemudian, mengadakan hajat pertemuan pada malam hari yang memang ibumu telah
siasati dengat cermat pada tengah gelapnya malam, yang akhirnya menghasilkan
perzianaan sekali dua kali. Sehingga, itu pun berlanjut selama berbulan-bulan
yang akhirnya ibumu hamil dan mengandung anak sekaligus adikmu. Ibumu pun
gundah, gelisah, susah, dan resah. Dia pun datang kepadaku dan mengatakan, ‘Apa
yang mesti kulakukan?’ Lalu, aku menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya,
‘Selamatkan wajahmu dari suamimu.’ Namun, dia tidak
mau menggugurkannya, dia bertekad untuk membesarkan dan memelihara bayi yang
ada di perutnya itu. Setelah itu, ia pun permisi kepada ayahmu dan beralasan
bahwa dia sangat rindu kepada kampung halamannya. Lantas, bapakmu
mengizinkannya. Di kampung, dia menetap selama beberapa bulan. Akhirnya, dia
pun melahirkan bayi wanita. Dia adalah anakmu sekaligus saudari kandungmu.
Setelah dia melahirkan, ia pun pulang ke kota dan menitip anaknya di kampung.
Begitu kembali ke kota, ia pun kembali melakukan kebiasaan buruknya. Seiring
berputarnya waktu, anak itu pun tumbuh kembang menjadi seorang gadis yang
cantik nan jelita, berparas elok dan bertubuh molek, menyegel pandangan setiap
lelaki yang memandangnya, dan merobohkan dinding keimanan para pria yang
menatapnya. Kemudia dia berkata kepada nenek,
‘Wahai Ibu, sungguh anak itu telah mejadi gadis
yang sangat manis. Aku menginginkan dia tinggal di rumahku.’
‘Takutlah kepada Allah, bagaimana mungkin Kamu akan
membawanya, sedangkan itu ialah aib yang dikhawatirkan lambat laun akan
terbongkar oleh suamimu.’
‘Tidak Nek, pokoknya harus ada cara lain. Maka, dia
menempuh cara lain, yaitu dengan beralasan bahwa gadis itu ialah budaknya. Dia
menjadikannya pelayan di rumahnya. Setelah gadis itu sekiranya siap untuk
menikah, dia pun datang lagi kepadaku seraya berkata,
‘Wahai Ibu, satu lagi yang harus kurencanakan.’
“Apakah perbuatan-perbuatanmu itu tidak cukup
sebagai dosa yang telah Kamu nikmati selama ini?’
‘Wahai ibu, aku mesti menjodohkannya dengan anakku,
saudara sekaligus ayahnya.’ Dia bersikeras.
‘Kenapa Kamu mau jodohkan dengannya? Bukankah dia
anaknya? Bukankah itu haram baginya?’
‘Wahai Ibu, aku tidak tega gadis itu akan jatuh ke
tangan orang lain.’ Dia tetap membeku dalam tekadnya yang keji itu.”
“Wahai Riyan, cucuku, dialah sekarang istrimu,
saudarimu, sekaligus ibu dari anak-anak yang selama ini hidup bersamamu.”
Mendengar itu, Riyan pun tidak sadarkan diri,
sehingga ia terjungkur dan pingsan.
Itu adalah seburuk-buruk zina. Seperti itulah zina
melahirkan keburukan dan kekejian berikutnya. Maka, marilah kita berhati-hati.
Jangan tergiur oleh kenikmatan sesaat, namun mengundang laknat.
Tulisan ini saya sadur dari salah satu (rekaman)
kajiannya Al-marhum Ustadz Armen bin Halim Naro, yang bertema “Jangan dekati
zina”. Saya belum sempat merujuk ke kitab aslinya karena belum menemukan kitab
tersebut. Bagi yang kebetulan mempunyai kitab itu, “Dzammul Hawa” oleh Ibnul
Jauzi, bisa dicek langsung.
By : Cutt Iswahyuni
artikel bagus , sangat membuka wawasan
BalasHapusthx ya bang :)
BalasHapus